Tarsius Putih Tertangkap di Minahasa
Tarsius. Foto: istimewa |
Tarsius merupakan spesies primata nokturnal (aktif di malam hari) berukuran mungil, dengan tubuh yang umumnya didominasi warna cokelat kemerahan.
Tarsius merupakan satwa endemik Indonesia yang saat ini masuk dalam daftar merah IUCN atau berstatus sebagai satwa dilindungi karena hampir punah. Kelangkaan tarsius ini dapat terjadi lantaran hutan sebagai tempat berlindung dan mencari makan tarsius semakin sempit dari waktu ke waktu. Juga karena tarsius kerap diburu oleh para warga setempat lantaran dikira sebagai tikus.
Baca juga: Orang Utan Diambang Kepunahan
Dilansir dari mongabay.co.id, Jumat (5/2/2021), seorang warga desa Lemoh Timur, Kabupaten Minahasa, menemukan Tarsius dengan tubuh yang didominasi rambut berwarna putih.
Para pakar menyebut kondisi yang dialami Tarsius tadi sebagai leucistic atau kelainan akibat mutasi gen yang menyebabkan tidak sempurnanya penyebarluasan pigmen pada tubuh. Dampaknya, rambut dan kulit akan didominasi warna putih.
“Kita menyebutnya albino. Tapi saya dengar (warna) matanya tidak berubah. Kalau sempurna, warna matanya seharusnya kemarahan. Kemungkinan itu produksi pigmennya kurang,” ujar Wirdateti, Peneliti Primata Nokturnal Pusat Penelitian Biologi LIPI, pada mongabay.co.id, Rabu (10/2/2021).
Seekor Tarsius yang mengidap leucistic berwarna putih ditemukan warga di Desa Lemoh Timur, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, pada Jumat (5/2/2021). Foto : BKSDA Sulut |
Tarsius leucistic yang ditemukan merupakan jenis Krabuku tangkasi (Tarsius spectrumgurskyae). Umurnya diperkirakan antara bayi dan remaja, atau sekitar 6 bulan. Ia diyakini sudah bisa mencari makan sendiri namun tetap masih dalam pengawasan induknya. Satwa ini dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor P.106 tahun 2018.
Baca juga: Ikan Belida Lopis Jawa Dideklarasikan Punah
Into, warga desa Lemoh Timur, yang menemukan Tarsius spectrumgurskyae pengidap leucistic ini pada Jumat (5/2/2021), pukul 10.00 WITA. Saat ditemukan, Tarsius berada di atas pohon kecil dengan ketinggian sekitar satu meter dari permukaan tanah, dan tidak berusaha untuk lari.
Sehingga, atas pertimbangan keamanan dari predator, warga Desa Lemoh Timur memutuskan untuk membawanya ke kampung, sebelum dilaporkan kepada Jenli Gawina, Kepala Resort Taman Wisata Alam (TWA) Batu Putih, Cagar Alam Dua Sudara.
Saat ini, primata pemalu ini dalam penanganan dokter hewan dari PPS Tasikoki. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, kondisi dalam keadaan sehat, gerak motorik, kemampuan menangkap mangsa yang dimasukkan dalam kandang juga kemampuannya meraih air dalam keadaan cukup baik.
Sumber: Mongabay
Post a Comment